Sampah Visual Di Ruang Publik

Sunday, December 14, 2008


Pemilu baru akan berlangsung tahun 2009 nanti. Meski demikian, sekarang kita telah diserbu berbagai poster, spanduk, dan baliho para caleg yang memasuki sudut-sudut kota. Atribut kampanye yang nyaris seragam itu kian mengurung warga kota. Tak hanya di jalan umum yang ramai, tetapi juga merasuki sudut-sudut gang. Gambar-gambar itu ditempelkan begitu saja di tembok terbuka, ditancapkan di batang pohon, atau di depan rumah warga.

Mereka sadar, dalam sistem pemilu legislatif yang relatif langsung sekarang (beberapa partai menetapkan suara terbanyak yang akan dipilih), tak ada jalan lain bagi caleg, kecuali berkampanye untuk diri sendiri. Simbol-simbol seperti pemakaian peci hitam, wajah cerah, dan senyum, dianggap penting untuk meningkatkan citra diri sebagai caleg di mata calon pemilih.

Hampir sama poster, baliho atau spanduk yang memajang tampang para caleg itu masih sebatas hanya pengumuman bahwa yang bersangkutan memperebutkan kursi legislatif. Strategi komunikasi visual semacam ini belum mencapai tahap iklan, apalagi membangun public relations. Foto diri para caleg dengan pose monoton itu lebih mencerminkan citra diri wajah caleg yang miskin kreativitas. Citra diri yang sejati seharusnya dibuktikan lewat perilaku, pola pikir dan kinerja nyata tak dihadirkan ke permukaan. Jadi, kebanyakan poster, baliho dan spanduk para caleg itu sudah menjadi sampah visual yang membuat tata ruang kota menjadi tak indah lagi.

0 comments